(Tradução:)
O Lado Escuro do Presidente de Timor-Leste
Jakarta, 6 Setembro 2004 14:45
O escritório da revista, Gatra, foi surpreendido pela presença de um homem com o inicial JM no escritório do editor desse jornal esta manhã. Aquele homem de cabelo curto, revelou a sua identidade como um ex-soldado na Divisão I do batalhão de Brawijaya, manifestou que não poderia já suprimir as suas frustração e stresses, que sofreu durante alguns anos passados, por causa da sua participação nas operações militares accionado pela ABRI/POLRI (TNI/POLRI - Editor), em Timor-Leste desde 1994 até ao fim de 1996.
A história dele gerou uma sensação de incredulidade entre os jornalistas presentes. Mas, minutos depois o ex-soldado começou a explicar ao correspondente da Gatra acerca das suas participações nas operações de matança lançadas em 1994 até 1996, como alvo principal, alguns líderes pró-independência Timorense.
Os jornalistas não ficaram espantados com a informação providenciada porque já era um segredo público do facto de que entre os anos noventa, as operações montadas pela ABRI/POLRI (TNI/POLRI) contra as bases dos guerrilheiros Timorenses ou para ABRI o nome mais conhecido era, o GPK (Movimento de Perturbadores da Ordem) – Fretilin.
Entretanto, a história tomou um momento decisivo no qual os jornalistas estiveram espantados quando o ex-soldado (ao exigir que a sua identidade seja mantida em sigilo pela segurança da sua família) mostrou os documentos relacionados com as operações das Forcas Armadas indonésias contra a Frente Clandestina e a Frente Armada de Timor-Leste.
O alvo principal daquelas operações era o líder da organização clandestina, na qual o Kery Laran Sabale era o então comandante. Não era só muito interessante mas também chocante por causa da natureza dilemática das operações sob o comando do coronel Mahidin Simbolon (o posto militar do Simbolon naquela altura) onde o Simbolon cooperou com o “líder da resistência” de Timor-Leste, Xanana Gusmão, que estava sendo preso na prisão de Cipinang, Jakarta.
O antigo Sargento-chefe, JM revelou que ele também estava presente na reunião entre o coronel M. Simbolon, que teve lugar numa sala dentro da prisão de Cipinang, Jakarta. O ponto principal da reunião era o desejo e a prontidão do Xanana Gusmão neutralizar os grupos radicais dentro do movimento de luta, onde de acordo com o Xanana, eles prejudicariam os esforços de “luta pacífica” e da reconciliação que ele próprio estava a lançar, com vários grupos políticos timorenses, com o objectivo de reunir o povo timorense.
Consequentemente, o Xanana manifestou a sua vontade de cooperar com o coronel M. Simbolon para suprimir as facções radicais dentro de GPK-Fretilin, constituído por diversos comandantes da Fretilin e os seus seguidores, entre outros, Rodak Timur, Keri Laran Sabalae, David Alex, Konis Santana e Eli Fohorai Boot.
Os nomes deles estiveram escritos visivelmente nos documentos das operações militares entre 1994 - 1996 citado pelo JM, antigo Sargento-chefe. O fundamento da “cooperação” entre o Xanana e o M. Simbolon foi baseado no princípio de benefício mútuo; o Simbolon saíra-se bem na sua carreira militar e o Xanana poderia conseguir, com mais flexibilidade, controlar o movimento dirigido por ele próprio dentro da Prisão Cipinang. Estava bem claro que o presidente do novo pais, Timor-leste, era o homem de engenho em manter o interesse dos seus grupos matando os próprios comandantes que ele considerava desleais ou mesmo de entre os leais, aqueles que o Xanana considerava terem optado mais “a luta armada” para conseguir a causa nacional.
Após o escrutínio dos documentos e várias fotografias obtidos por JM, era muito difícil duvidar a veracidade da sua história. Esta é a versão da história escondida e o lado escuro de um “carismático” Xanana, que é altamente elogiado pelo seu próprio povo, colaborando com o “inimigo” para aniquilar os seus próprios camaradas.
O JM, antigo Sargento-chefe confessou que, depois dessa denúncia, se sentiu o peso, que levava consigo durante esse tempo todo, foi tirado do seu corpo. Disse que lamentou por que motivo que o presidente de Timor-Leste sacrificou engenhosamente a parte do seu próprio povo por causa da sua estratégia política.
Em relação ao Major-General Simbolon, o Sargento-Chefe JM, rogou ao Quartel-general das Forcas Armadas indonésias para, de imediato, investigar o caso. Porque a natureza destas operações militar era um segredo da unidade dirigida pelo coronel M. Simbolon, o Quartel-general das Forças Armadas indonésias obteve somente cópias dos resultados das operações após a morte dos comandantes de GPK-Fretilin. Por causa disso, o Major-General reformado Mahidin Simbolon deveria ser sujeito imediatamente a uma investigação tendo em conta o posto militar que lhe atribuído foi o resultado da conspiração com o inimigo da República da Indonésia. O JM, antigo Sargento-chefe (IY, GAT).
Imung Yuniardi (Semarang)
Direito e Politica, Gatra Nr. 42, edição Sexta, 7 Setembro 2004.
Original:
Eks Tentara mengaku: Konspirasi Xanana Gusmao dan Mahidin Simbolon
Sisi Gelap Sang Presiden Timor Leste
Jakarta, 6 September 2004 14:45
Gatra dihebohkan dengan kehadiran seorang pria berinisial JM di kantor redaksi majalah pagi ini. Lelaki yang mengaku sebagai seorang eks tentara di Divisi Satu Kompi Brawijaya dan berpenampilan cepak tersebut mengaku sudah tidak dapat lagi meredam segala rasa frustrasi dan stress yang dideritanya beberapa tahun belakangan, berhubungan dengan keterlibatannya di operasi militer ABRI/POLRI (TNI/POLRI-red) di Timor-Timur pada tahun 1994 hingga akhir tahun 1996.
Para wartawan di majalah inipun binggung dibuat oleh lelaki tersebut. Akan tetapi menjelang beberapa menit kemudian sang eks anggota ABRI mulai memaparkan kepada koresponden GATRA mengenai berbagai kertelibatanya dalam operasi pembunuhan terhadap beberapa tokoh penting gerakan pro kemerdekaan Tim-Tim yang dilancarkan pada tahun 1994 hingga 1996.
Disini koresponden majalah ini tidak begitu kaget dengan informasi bersangkutan, karena memang sudah menjadi rahasia umum bahwasanya di pertengahan tahun 90an perang di Timor-Timur sedang hangat-hangatnya dilancarkan oleh pihak ABRI/POLRI ( TNI/POLRI-red) terhadap berbagai basis pertahanan kaum gerilya Timor-Timur atau yang lebih dikenal dengan istilah ABRInya sebagai kaum GPK-Fretilin.
Akan tetapi ceritapun menjadi lebih lain dan mengagetkan ketika eks Serka. JM (yang mengaku agar namanya tetap dirahasiakan-demi keselamatan keluarganya) membeberkan segala dokumen operasi ABRI ketika itu terhadap kaum Front Clandestin dan Armed Force Timor-Timur.
Sasaran utama dari operasi tersebut adalah pemimpin dari organisasi Front Clandestin yang waktu itu dipimpin oleh comandannya Keri Laran Sabalae. Suatu hal yang sangat menarik dan juga menhebohkan adalah sifat dilematis dari operasi militer itu sendiri yang dikomandai langsung oleh Kolonel Mahidin Simbolon (pangkat Simbolon pada waktu itu) dengan bekerja sama dengan “pemimpin perlawanan” Timor-Timur Xanana Gusmao yang sedang mendekam di LP Cipinang Jakarta.
Eks Serka. JM mengakui bahwa dirinya turut hadir dalam pertemuan antara Kolonel.M Simbolon yang dilaksanakan di suatu ruang di Lembaga Permasyarakatan Cipinang di Jakarta. Inti dari pertemuan tersebut adalah keinginan dan kesanggupan Xanana Gusmao untuk “menetralkan” kelompok-kelompok radikal dalam tubuh organisasi perlawanan Timor-Timur yang menurut Xanana dapat mengancam usaha “perlawanan damai” dan rekonsiliasi dengan berbagai kelompok politik Tim-Tim yang sedang dilancarkannya untuk mempersatukan rakyat Timor-Timur.
Oleh karena itu, Xanana Gusmao menyatakan bersedia bekerjasama dengan Kol.M Simbolon untuk membasmi kaum-kaum radikal di tubuh “GPK Fretilin" yang antara lain terdiri dari beberapa komandan gerakan Fretilin dan anak buahnya dengan nama Rodak Timur, Keri Laran Sabalae, David Alex, Konis Santana dan Eli Fohorai Boot.
Nama-nama tersebut tercantum dengan sangat jelas sekali di lampiran dokumen operasi militer tahun 1994-1996 yang dibeberkan oleh eks-Serka JM. Inti dari “kerjasama” antara kubu Xanana dan M Simbolon dalah prinsip mutualisme; Simbolon dapat sukses di karir militernya dan Xanana pun menjadi lebih fleksibel dalam mengontrol gerakan perlawanan yang dikomandai olehnya dari LP Cipinang. Terlihat jelas bahwsanya sang Presiden dari negara baru Timor Leste ini telah sangat lihai sekali untuk mempertahankan kepentingan kelompoknya dengan membasmi para komandanya sendiri yang dianggap tidak loyal kepadanya ataupun kalau loyal, menurut Xanana mereka lebih mengutamakan “jalan kekerasan” untuk mencapai tujuan nasional.
Melihat kepada dokumen-dokumen dan berbagai foto yang dimiliki oleh JM kiranya sulit sekali untuk meragukan keaslian dari versi cerita ini. Ini adalah versi tersembunyi dan sisi gelap “karisma” seorang Xanana yang begitu diagung-agungkan oleh rakyatnya sendiri. Bekerjasama dengan “musuh” untuk membasmi kaumnya sendiri.
Eks Serka. JM sendiri mengaku beban yang disandangnya selama ini menjadi lebih ringan dengan pengakuannya ini. Dia sangat menyayangkan mengapa Presiden Timor Leste ini begitu liciknya untuk mengorbankan sebagian dari anggota masyarakatnya hanya untuk kepentingan dari strategi politiknya. Mengenai Mayjen. Simbolon, Serka. JM memhimbau agar Mabes TNI/POLRI harus segera menyelidiki kasus ini. Karena sifat dari operasi militer pada waktu itu adalah rahasia dari unit yang dipimpin oleh Kol.M Simbolon.. Mabes ABRI hanya mendapatkan copy lampiran hasil operasi militer setelah tewasnya beberapa komandan “GPK Fretilin”. "Oleh karena itu, Mayjen Purnawirawan.Mahidin Simbolon harus segera diselidiki mengingat “bintang- bintang di bahu” sang jenderal adalah hasil konspirasi dengan musuh Republik Indonesia pada saat itu" demikian Eks Serka JM. [IY, GAT]
Imung Yuniardi (Semarang)
[Hukum dan Politik, Gatra Nomor 42, beredar Jumat, 7 September 2004
domingo, maio 27, 2007
O Ex-Soldado Confessou: A Conspiração entre o Xanana Gusmão e o Mahidiin Simbolon
Por Malai Azul 2 à(s) 06:53
Subscrever:
Enviar feedback (Atom)
Traduções
Todas as traduções de inglês para português (e também de francês para português) são feitas pela Margarida, que conhecemos recentemente, mas que desde sempre nos ajuda.
Obrigado pela solidariedade, Margarida!
Obrigado pela solidariedade, Margarida!
Mensagem inicial - 16 de Maio de 2006
"Apesar de frágil, Timor-Leste é uma jovem democracia em que acreditamos. É o país que escolhemos para viver e trabalhar. Desde dia 28 de Abril muito se tem dito sobre a situação em Timor-Leste. Boatos, rumores, alertas, declarações de países estrangeiros, inocentes ou não, têm servido para transmitir um clima de conflito e insegurança que não corresponde ao que vivemos. Vamos tentar transmitir o que se passa aqui. Não o que ouvimos dizer... "
2 comentários:
Independentemente de ser verdade ou não que Xanana colaborou com Simbolon, parece indiscutível que os citados líderes da Resistência foram liquidados pelos indonésios. Tal contraria a versão oficial de mortes por doença, acidentes, etc.
THERE ARE CRIMES THAT SOME PEOPLE HAVE TO PAY FOR AND OTHERS ARE CONSIDERED ACCEPTABLE? WHAT EVER HAPPENED TO THE COMMISSION SET UP FOR CRIMES AGAINST HUMANITY AND HUMAN RIGHTS VIOLATIONS? WHY IS THERE NO INVESTIGATION REQUIRED WHEN XANANA IS INVOLVED? GOD HELP THE PEOPLE OF TIMOR-LESTE.
Enviar um comentário